PENDAHULUAN
A.
latar Belakang
Masalah
Al-Quran
merupakan pedoman umat Islam yang berisi petunjuk dan tuntunan komprehensif
guna mengatur kehidupan di dunia dan akhirat. Ia merupakan kitab otentik dan
unik, yang mana redaksi, susunan maupun
kandungan maknanya berasal dari wahyu, sehingga ia terpelihara dan terjamin sepanjang zaman.
Al-Quran
turun kepada Nabi Saw. tidak sekaligus, melainkan secara berangsur-angsur dalam
masa yang relatif panjang, yakni dimulai sejak zaman Nabi Saw diangkat menjadi
Rasul dan berakhir pada masa menjelang wafatnya. Justru tidak heran bila
Al-Quran belum sempat dibukukan seperti adanya sekarang, karena Al-Quran
sendiri secara keseluruhan ketika itu belum selesai diturunkan.
Meskipun
demikian, upaya pengumpulan ayat-ayat Al-Quran pada masa itu tetap berjalan.
Setiap kali Nabi selesai menerima ayat-ayat Al-Quran yang diwahyukan kepadanya,
Nabi lalu memerintahkan kepada para shahabat tertentu untuk menuliskannya di
samping juga menghafalnya. Penulisan ayat-ayat al-Quran tidaklah seperti mana
yang kita saksikan sekarang. Selain karena mereka belum mengenal alat-alat
tulis, al-Quran hanya ditulis pada kepingan-kepingan tulang, pelepah korma,
atau batu-batu tipis, sesuai dengan peradaban masyarakat waktu itu.
Tulisan
yang akan dituangkan ini mengupas tentang sejarah pengumpulan dan penulisan
al-Quran, yang menitik beratkan bahasannya mengenai upaya pemeliharaan al-Quran
sejak masa Nabi Saw., masa shabahat hingga sampai kepada tahap penyempurnaan
danpengkodifikasiannya.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas
penulis merumuskan masalah menjadi beberapa hal diantaranya:
1.
Apa pengertian pengumpulan Al-Qur’an?
2.
Bagaimana sejarah pengumpulan Al-Qur’an pada masa Rasulullah
Saw.?
3.
Bagaimana sejarah pengumpulan Al-Qur’an pada masa Abu Bakar As shidiq?
4.
Bagaimana sejarah pengumpulan Al-Qur’an pada masa Ustman bin Affan?
5.
Apa manfaat dari sejarah pengumpulan Al-Qur’an ?
6.
Tabel faktor pengumpulan dan penulisan zaman
rosululloh dan khulafaau rosyidin.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pengumpulan Al-Qur’an
Untuk
menyatukan persepsi tentang istilah pengumpulan Al-Quran, setidaknya ada dua pengertian yang terakomodasi di dalamnya.
Kedua pengertian itu merujuk kepada kandungan makna jam’u Al-Quran (pengumpulan
al-Quran), yaitu :
Pertama : Kata pengumpulan dalam arti penghafalannya
di dalam lubuk hati, sehingga orang-orang yang hafal Al-Quran disebut jumma’u
al- Quran atau huffadz al-Quran.
Kedua : Kata pengumpulan dalam arti penulisannya, yakni
penghimpunan seluruh Al-Quran dalam
bentuk tulisan, yang memisahkan masing-masing ayat dan surah, atau hanya
mengatur susunan ayat-ayat Al-Quran saja dan mengatur susunan semua ayat dan
surah di dalam beberapa shahifah yang kemudian disatukan sehingga menjadi suatu
koleksi yang merangkum semua surah yang sebelumnya telah disusun satu demi
satu.[1][1]
Terhadap kedua
pengertian pengumpulan di atas dipahami dari firman Allah dalam surat
al-Qiyamah ayat 17:
إنّ علينا جمعه
وقرآنه
Artinya
: “Sesungguhnya atas tanggungan
Kamilah untuk mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya”[2]
Dan juga
firman-Nya dalam surat al-Hijr ayat 9 :
إنّا نحن نزّلنا
الذّكر و إنّا له لحافظون
Artinya : “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan al-Dzikra
(Al-Quran), dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”[3]
Dalam
Al-Qur'an sendiri terdapat beberapa ayat yang menyertakan nama lain yang
digunakan untuk merujuk kepada Al-Qur'an itu sendiri. Berikut adalah nama-nama
dan sifat-sifat tersebut dan ayat yang mencantumkannya:
1.
Al-Kitab (Buku)
2.
Al-Furqan (Pembeda benar salah)
3.
Adz-Dzikr (Pemberi peringatan)
4.
Al-Mau'idhah (Pelajaran/nasihat)
5.
Al-Hukm (Peraturan/hukum)
6.
Al-Hikmah (Kebijaksanaan)
7.
Asy-Syifa' (Obat/penyembuh)
8.
Al-Huda (Petunjuk)
9.
At-Tanzil (Yang diturunkan)
10.
Ar-Rahmat (Karunia)
11.
Ar-Ruh (Ruh)
12.
Al-Bayan (Penerang)
13.
Al-Kalam (Ucapan/firman)
14.
Al-Busyra (Kabar gembira)
15.
An-Nur (Cahaya)
16.
Al-Basha'ir (Pedoman)
17.
Al-Balagh (Penyampaian/kabar)
18.
Al-Qaul(Perkataan/ucapan)
B. Sejarah Pengumpulan Al-Qur’an Pada Zaman
Rasulullah Saw
Al-Qur’an sudah mulai dikumpulkan pada masa Rasulullah sejak
Al-Qur’an diturunkan, bahkan setiap Nabi menerima wahyu, Nabi Muhammad SAW
selalu membacakannya didepan para sahabat, karena beliau memang diperintahkan
Allah SWT untuk mengajarkan Al-Qur’an kepada mereka.
Kedatangan
wahyu merupakan sesuatu yang sangat dirindukan oleh Nabi Muhammad SAW sehingga
kerinduan Nabi Muhammad SAW terhadap kedatangan wahyu tidak sengaja diekspresikan
dalam bentuk hafalan, tetapi juga dalam bentuk tulisan. Oleh karena itu
penulisan Al-Qur’an pada masa Nabi Muhammad ditempuh dengan dua cara :
Pertama, al Jam’u fis
Sudur( الجمع في الصّدور )
Rasulullah amat menyukai wahyu, ia senantiasa menunggu turunnya
wahyu dengan rasa rindu, lalu menghafal dan memahaminya. Persis seperti
dijanjikan Allah SWT dalam surat Al-Qiyamah ayat 17, sebagai berikut :
“Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu)
dan (membuatmu pandai) membacanya.” (Q.S. Al-Qiyamah:17).
Oleh sebab itu, Nabi Muhammad SAW
adalah hafiz (penghafal) Al-Qur’an pertama dan merupakan contoh
paling baik bagi para sahabat dalam menghafalnya, sebagai realisasi kecintaan
mereka kepada pokok agama dan sumber risalah. Setiap kali Nabi Muhammad SAW
menerima wahyu, para sahabt langsung menghafalnya diluar kepala.
Kedua, al Jam’u fis
Suthur( الجمع في السّطور)
Selain di hafal, Rasulullah juga mengangkat para penulis wahyu
Al-Qur’an dari sahabat-sahabat terkemuka seperti Ali, Mu’awiyah, Ubay bin Ka’b
dan Zaid bin Sabit. Bila ayat turun, beliau memerintahkan mereka menuliskan dan
menunjukan tempat ayat tersebut dalam surah, sehingga penulisan pada
lembaran itu membantu penghafalan didalam hati.
Proses penulisan Al-Qur’an pada masa Nabi Muhammad SAW sangatlah
sederhana. Mereka menggunakan alat tulis sederhana dan berupa lontaran kayu,
pelepah kurma, tulang belulang dan berbagai tempat lainnya. Selain para
sekretaris Nabi Muhammad SAW tersebut, para sahabat juga melakukannya tanpa
sepengetahuan Nabi Muhammad SAW.
Pada tahap yang pertama, kita tahu bahwa sahabat-sahabat Nabi yang
hafal Al-Qur’an diluar kepala seperti Abdullah bin mas’ud, Ali bin Abi Thalib,
Ubay bin Ka’ab dan lain-lain. Diantara faktor yang mendorong mereka menghafal
Al-Qur’an adalah kecintaan mereka terhadap Al-Qur’an dan penghargaan Nabi serta
sahabat lainnya terhadap mereka yang mempunyai hafalan banyak.
Berbeda halnya dengan pengertian yang kedua, yaitu menuliskan
Al-Qur’an, maka dalam periwayatan disebutkan bahwa nabi selalu menyuruh para
sahabatnya menulis Al-Qur’an segara setelah Al-Qur’an diturunkan. Mereka
yang terlibat dalam penulisan wahyu kurang lebih 40 orang, suatu jumlah yang
cukup besar. Agar konsentrasi para sahabat hanya kepada Al-Qur’an, maka nabi
melarang para sahabatnya mencatat selain Al-Qur’an. Beliau ingin agar Al-Qur’an
dan hadits tidak ditulis pada halaman kertas yang sama agar tidak terjadi
campur aduk serta kekeliruan. Dalam
sebuah hadits disebutkan:
عن أبي سعيد الخضري رضي الله عنه قال رسول الله ص.م : لا تكتبوا عنّي
ومن كتبعنّي غير القرآن فاليمحه
“Artinya:
Janganlah kamu menulis dariku (selain Al-Qur’an), barangsiapa menulis selain Al-Qur’an, maka hapuskanlah”[4]
Rasulullah SAW menyuruh para penulis wahyu untuk mencatat
setiap wahyu yang diterimanya, sehingga Al-Qur’an yang terhimpun didalam dada
mereka masing-masing dialihkan kedalam bentuk tulisan. Terkadang para sahabat
menulis ayat-ayat yang turun kepada beliau, meskipun Rasulallah SAW tidak
menyuruh mereka untuk menulis. Mereka
menuliskannya di media-media tertentu, antara lain:
1.
Likhaf jama’ dari lukhfah, yaitu lempengan-lempengan
batu
2.
Al-Karonief jama’ dari kurnaaf yaitu
pangkal pelepah kurma
3.
Riqa’ jama’ dari Riqah yaitu kulit
4.
Al-‘Aqtab jama’ dari Qiatb, yaitu pelana
kuda
5.
Aktaf jama’ Katf, yaitu tulang keledai
atau kambing yang telah kering
Ini menunjukkan betapa besar kesulitan yang dipikul para sahabat
dalam menuliskan Al-Qur’an. Alat-alat tulis tidak cukup tersedia bagi mereka,
selain sarana-sarana tersebut. Para sahabat senantiasa
menyetorkan Al-Qur’an kepada Rasulullah baik
dalam bentuk hafalan maupun tulisan. Tulisan-tulisan Al-Qur’an pada masa Nabi
tidak terkumpul dalam satu mushaf, tulisan yang dimiliki oleh seseorang belum tentu dimiliki oleh seseorang yang
lain. Rasulullah berpulang keRahmatullah disaat Al-Qur’an telah dihafal dan
tertulis dalam mushaf dengan susunan seperti yang disebutkan diatas, ayat-ayat
dan surah-surah dipisahkan atau ditertibkan ayat-ayatnya saja, dan setiap surah
berada dalam satu lembaran secara terpisah dan dalam tujuh huruf, tetapi
Al-Qur’an belum dikumpulkan dalam satu mushaf yang menyeluruh (lengkap).
Pada saat sebelum Nabi wafat, belum
diperlukan membukukan Al-Qur’an dalam satu mushaf, sebab nabi masih selalu
menanti turunnya wahyu dari waktu kewaktu. Sesudah berakhir masa turunnya
al-qur’an dengan wafatnya Rasulullah, maka Allah
mengilhamkan penulisan mushaf secara lengkap kepada para khulafa’urrasyidiin
sesuai dengan janji-Nya yang benar kepada ummat tentang jaminan pemeliharaan
Al-qur’an dan hal ini terjadi pertama kalinya pada masa Abu Bakar
atas pertimbangan usulan Umar.
Sementara itu,upaya pengumpulan Al-Quran dalam arti penulisan juga
sudah ada masa itu,meskipun belum dalam kondisi yang seperti
sekarang.Penulisannya masih berfariasidan dalamlembaran-lembaran yang
terpisah atau dalam
bentuk ukiran pada beberapa jenis benda yang dapat mereka jadikan
sebagai alas tulis-menulis ketika itu. Setiap kali Nabi selesai menerima
ayat-ayat Al-Quran yang diwahyukan kepadanya,Nabi lalu
memerintahkan kepada para shahabat
tertentu untuk menuliskannya di
samping juga menghafalnya. Penulisan
ayat-ayat al-Quran tidaklah seperti yang kita saksikan sekarang. Selain karena
mereka belum mengenalalat-alat tulis, al-Quran hanya ditulis pada
kepingan-kepingan tulang, pelepah korma, atau batu-batu tipis, sesuai dengan
peradaban masyarakat waktu itu.
Penertiban dan susunan
ayat-ayat Al-Quran langsung
diatur oleh Nabi
Saw sendiri berdasar bimbingan Jibrilyang menjadi perantara
Allah. Dalam hal ini, para ulama sepakat mengatakan bahwa cara penyusunan
Al-Quran yang demikian itu adalah tauqify, artinya susunan
surah-surah dan ayat-ayat-ayat Al-Quran seperti yang kita saksikan di berbagai mushaf sekarang
adalah berdasarkan ketentuan dan petunjuk yang diberikan Rasulullah
sesuai perintah dan wahyu dari Allah Swt. Dengan demikian,
tidak ada tempat dan peluang ijtihad dalam penertiban dan penyusunannya.
Meskipun semua urutan surah dan ayat-ayatnya disusun berdasarkan
kehendak dan petunjuk Rasulullah, namun Nabi memandang tidak perlu
untuk menghimpun ayat-ayat yang
ada padasetiap surah
dalam berbagai shahifah
karena jumlahnya tidak terhitung,
di samping juga tidak perlu
menghimpun semua cara pencatatan Al-Quran di dalam satu mushaf. Dengan demikian,
penulisan Al-Quran pada masa Nabi itu tidak terkumpul dalam satu
mushaf, yang ada pada
seseorang belum tentu dimiliki oleh orang lain. Akan tetapi yang
jelas bahwa di saat Rasulullah
berpulang ke rahmatullah,
Al-Quran telah dihafal dan ditulis dalam mushaf dengan susunan seperti
yang disebutkan di atas. Ayat-ayat
dan surah-surah dipisah-pisahkan, atau ditertibkan
ayat-ayatnya saja dan setiap surah berada dalam
satu lembaran secara terpisah, dan penulisannya supaya dipertimbangkan
mencakup “ tujuh huruf ” yang menjadi
landasan turunnya Al-Quran.
Adapunkepada para
shahabatnya yang terpilih untuk menulis Al-Qur’an, sangat
efektif untuk memperkuat hafalan mereka.
Di antara para penulis
wahyu Al-Quran terkemuka adalah shahabat
pilihan yang ditunjuk Rasul
dari kalangan orang
yang terbaik dan indah
tulisannya sepertiZaid bin Tsabit, Khulafau rasyidin, Muawiyah bin Abu Sufyan dan Ubay bin Kaab. Apabila ayat turun, beliau memerintahkan
mereka menuliskannya dan menunjukkan
tempat ayat tersebut
dalam surah, sehingga
penulisan Al-Quran pada lembaran
itu membantu penghafalan
di dalam hati,
atau Al-Quran yang terhimpun di dalam dada akhirnya menjadi
kenyataan tertulis.
Selain dari
yang disebut diatas,
masih banyak lagi
para pencatat wahyu
dari kalangan shabahat yang
menuliskan Al-Quran atas kemauan sendiri, tanpa diperintah Nabi. Mereka pada
saat itu menuliskannya pada
lembaran kulit, daun-daunan,
kulit kurma, permukaan batu, pelepah kurma, tulang-belulang unta atau
kambing yang telah dikeringkan, dan
mereka jadikan sebagai dokumen pribadinya. Diriwayatkan dari Zaid bin
Tsabit r.a bahwa ia berkata : “Kami dahulu
menulis (menyusun) ayat-ayat
Al-Quran di hadapan
Rasulullah pada riqa’“.
Adapun yang
dimaksud “menyusun ayat-ayat
Al-Quran pada riqa’
“ pada hadits tersebut adalah
mengumpulkan atau menyusun
surah-surah dan ayat-ayat
berdasar petunjuk yang diberikan
Rasulullah sesuai menurut
apa yang dipesankan
Allah kepadanya.
C.
Pengumpulan
Al-Qur’an pada Masa Abu Bakar Al-Shiddiq
Kaum muslimin melakukan konsensus untuk mengangkat Abu Bakar
al-Shiddiq sebagai khalifah sepeninggal Nabi Saw. Pada awal pemerintahan Abu
Bakar, terjadi kekacauan akibat ulah Musailamah al-Kazzab beserta
pengikut-pengikutnya.Mereka menolak membayar zakat dan murtad dari Islam.
Pasukan Islam yang dipimpin Khalid bin al-Walid segera menumpas gerakan itu.
Peristiwa tersebut terjadi di Yamamah tahun 12 H. Akibatnya, banyak sahabat
yang gugur, termasuk 70 orang yang diyakini telah hafal al-Qur’an.
Setelah syahidnya 70 huffazh, sahabat Umar ibn Khattab meminta
kepada khalifah Abu Bakar, agar al-Qur’an segera dikumpulkan dalam satu
mushaf.Dikhawatirkan al-Qur’an itu secara berangsur-angsur hilang, seandainya
al-Qur’an itu hanya dihafal saja, karena para penghafalnya semakin berkurang.
Semula khalifah Abu Bakar itu ragu-ragu untuk mengumpulkan
dan membukukan ayat-ayat al-Qur’an, karena hal itu tidak pernah dilakukan oleh
Nabi Saw. Tapi setelah beliau shalat istikharah, kemudian beliau mendapat
kesesuaian pendapat dengan usul sahabat Umar bin Khattab.
Pada waktu munaqasyah antara khalifah Abu Bakar dengan sahabat Umar
diundang pula penulis wahyu pada zaman Rasul yang paling ahli yaitu Zaid bin
Tsabit. Kemudian ia menyetujui pula akan gagasan itu. lalu dibentuklah
sebuah tim yang dipimpin Zaid bin Tsabit dalam rangka merealisasikan mandat dan
tugas suci tersebut. Pada mulanya, Zaid keberatan, tetapi akhirnya juga dapat
diyakinkan. Abu Bakar memilih Zaid bin Tsabit, mengingat kedudukannya
dalam qira’at, penulisan, pemahaman, dan kecerdasan serta kehadirannya pada
masa pembacaan Rasulullah Saw yang terakhir kalinya.
Zaid bin Tsabit melaksanakan tugas yang berat dan mulia tersebut
dengan sangat hati-hati di bawah petunjuk Abu Bakar dan Umar. Sumber utama
dalam penulisan tersebut adalah ayat-ayat al-Qur’an yang ditulis dan dicatat di
hadapan Nabi Saw dan hafalan para sahabat. Di samping itu, untuk lebih
hati-hati, catatan-catatan dan tulisan al-Qur’an tersebut baru benar-benar
diakui berasal dari Nabi Saw bila disaksikan oleh dua orang saksi yang adil.
Dalam rentang waktu kerja tim Zaid pernah suatu kali menjumpai
kesulitan, mereka tidak menemukan naskah ayat 128-129 surah at-Taubah.
Padahal, banyak sahabat penghafal al-Qur’an termasuk Zaid sendiri
jelas-jelas menghafal ayat tersebut.Akhirnya, naskah ayat tersebut ditemukan
juga di tangan seorang yang bernama Abu Khuzaimah al-Anshari.
Tulisan yang telah berupa mushaf al-Qur’an disimpan oleh Abu Bakar
sampai akhir hayatnya.Setelah itu berpindah ke tangan Umar ibn
Khattab.Sepeninggal Umar mushaf disimpan oleh Hafshah binti Umar.
Dari rekaman sejarah di atas, diketahui bahwa Abu Bakar adalah
orang pertama yang memerintahkan penghimpunan al-Qur’an. Umar bin al-Khattab
adalah pelontar idenya serta Zaid bin Tsabit adalah pelaksana pertama yang
melakukan kerja besar penulisan al-Qur’an secara utuh dan sekaligus
menghimpunnya ke dalam satu mushaf.
Dalam masalah pengumpulan al-Qur’an ini, sedikitnya ada tiga
pertanyaan yang perlu mendapat perhatian:
1.
Mengapa
Abu Bakar ragu-ragu dalam masalah pengumpulan al-Qur’an padahal masalahnya
sudah jelas baik dan diwajibkan oleh Islam?
Hal ini karena Abu Bakar khawatir kalau-kalau orang mempermudah
terhadap usaha menghayati dan menghafal al-Qur’an, dan mencukupkan diri dengan
hafalan yang tidak mantap. Dan dikhawatirkan mereka hanya berpegang dengan apa
yang ditulis pada mushaf, sehingga akhirnya mereka lemah untuk menghafal
al-Qur’an.
2.
Mengapa
Abu Bakar memilih Zaid bin Tsabit sebagai ketua?
Karena Zaid
adalah orang yang betul-betul mempunyai pembawaan dan kemampuan yang tidak
dimiliki sahabat yang lain, dalam hal mengumpulkan al-Qur’an. Ia adalah sahabat
yang hafidz, ber-IQ tinggi, sekretaris wahyu yang menyaksikan akhir dari
turunnya wahyu, wara’ serta besar tanggung jawabnya, lagi sangat teliti.
3.
Apakah
maksud kata-kata Zaid bin Tsabit: “Sampai aku menemukan akhir surat at-Taubah
dari Abu Khuzaimah al-Anshari yang tidak ada pada orang lain.”
Hal tersebut tidak berarti bahwa ayat ini tidak ada pada hafalan
Zaid dan sahabat-sahabat yang lain, karena mereka menghafalnya. Akan tetapi,
beliau bermaksud hendak mengkompromikan antara hafalan dan tulisan serta dalam
rangka kehati-hatian.Dan karena langkah lurus itulah, sempurna pulalah
al-Qur’an.
Adapun karakteristik penulisan al-Qur’an pada masa Abu Bakar ini
adalah:
1.
Seluruh
ayat al-Qur’an dikumpulkan dan ditulis dalam satu mushaf berdasarkan penelitian
yang cermat dan seksama.
2.
Meniadakan
ayat-ayat al-Qur’an yang telah mansukh.
3.
Seluruh
ayat yang ada telah diakui kemutawatirannya.
4.
Dialek
Arab yang dipakai dalam pembukuan ini berjumlah 7 (qira’at) sebagaimana yang
ditulis pada kulit unta pada masa Rasulullah.
D.
Pengumpulan
al-Qur’an pada Masa Utsman bin Affan
Kemudian datanglah masa pemerintahan Amirul Mu`minin Utsman bin Affan ra. Di wilayah-wilayah yang baru dibebaskan, sahabat nabi yang
bernama Hudzaifah bin al-Yaman terkejut
melihat terjadi perbedaan dalam membaca al-Qur`an. Hudzaifah melihat penduduk
Syam membaca al-Qur`an dengan bacaan Ubay bin Ka’ab. Mereka membacanya dengan sesuatu yang tidak pernah didengar oleh
penduduk Irak. Begitu juga ia melihat penduduk Irak membaca al-Qur`an dengan
bacaan Abdullah bin Mas’ud,
sebuah bacaan yang tidak pernah didengar oleh penduduk Syam, sehingga
menyebabkan saling mengkafirkan di antara sesama muslim.Perbedaan bacaan
tersebut juga terjadi antara penduduk Kufah dan Bashrah.
Hudzaifah pun marah.Kedua matanya merah.
Hudzaifah berkata, “Penduduk Kufah membaca
qiraat Ibnu Mas’ud, sedangkan penduduk Bashrah membaca qiraat Abu Musa. Demi
Allah jika aku bertemu dengan Amirul Mu`minin, sungguh aku akan memintanya
untuk menjadikan bacaan tersebut menjadi satu.”
Sekitar tahun 25 H, datanglah Huzaifah bin al-Yaman menghadap
Amirul Mu`minin Utsman bin Affan di Madinah.
Hudzaifah berkata, “Wahai Amirul Mu`minin, sadarkanlah umat ini
sebelum mereka berselisih tentang al-Kitab (al-Qur`an) sebagaimana perselisihan
Yahudi dan Nasrani.”
Utsman kemudian mengutus seseorang kepada Hafshah agar Hafshah
mengirimkan lembaran-lembaran al-Qur`an yang ada padanya kepada Utsman untuk
disalin ke dalam beberapa mushhaf, dan setelah itu akan dikembalikan lagi.
Hafshah pun mengirimkan lembaran-lembaran
al-Qur`an itu kepada Utsman.
Utsman lalu memerintahkan Zaid bin
Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin al-‘Ash, dan Abdurrahman bin Harits
bin Hisyam untuk
menyalinnya ke dalam beberapa mushhaf.
Utsman bertanya, “Siapa yang orang yang biasa
menulis?”
Dijawab, “Penulis Rasulullah saw adalah Zaid
bin Tsabit.”
Utsman bertanya lagi, “Lalu siapa oang yang
paling pintar bahasa Arabnya?”
Dijawab, “Said bin al-‘Ash.
Utsman kemudian berkata, “Suruhlah Said untuk
mendiktekan dan Zaid untuk menuliskan al-Qur`an.”
Saat proses penyalinan mushaf berjalan, mereka
hanya satu kali mengalami kesulitan, yakni adanya perbedaan pendapat tentang
penulisan kata “at-Taabuut”.
Seperti diketahui, yang mendiktekannya adalah
Said bin al-Ash dan yang menuliskannya adalah Zaid bin Tsabit. Semua dilakukan
di hadapan para sahabat. Ketika Said bin al-Ash mendiktekan kata at-Taabuut, maka Zaid bin Tsabit menuliskannya sebagaimana ditulis oleh
kaum Anshar yaitu at-Taabuuh, karena memang begitulah menurut bahasa mereka dan
begitulah mereka menuliskannya. Tetapi anggota tim lain memberitahukan kepada
Zaid bahwa sebenarnya kata itu tertulis di dalam lembaran-lembaran al-Qur`an
dengan Ta` Maftuhah, dan mereka memperlihatkannya ke Zaid bin Tsabit. Zaid bin
Tsabit memandang perlu untuk menyampaikan hal itu kepada Utsman supaya hatinya
menjadi tenang dan semakin teguh. Utsman lalu memerintahkan mereka agar kata
itu ditulis dengan kata seperti dalam lembaran-lembaran al-Qur`an yaitu dengan
Ta` Mahtuhah. Sebab hal itu merupakan bahasa orang-orang Quraisy, lagi pula
al-Qur`an diturunkan dengan bahasa mereka. Akhirnya ditulislah kata tersebut
dengan Ta` Maftuhah.
Demikianlah, mereka tidak berbeda pendapat
selain dari perkara itu, karena mereka hanya menyalin tulisan yang sama dengan
yang ada pada lembaran-lembaran al-Qur`an, dan bukan berdasarkan pada ijtihad
mereka.
Setelah mereka menyalin lembaran-lembaran
tersebut ke dalam mushhaf, Utsman segara mengembalikannya kepada Hafshah.
Utsman kemudian mengirimkan salinan-salinan
mushhaf ke seluruh wilayah negeri Islam agar orang-orang tidak berbeda pendapat
lagi tentang al-Qur`an. Jumlah salinan yang telah dicopy sebanyak tujuh buah.
Tujuh salinan tersebut dikirimkan masing-masing satu copy ke kota Makkah, Syam,
Yaman, Bahrain, Bashrah, Kufah dan Madinah. Mushhaf inilah yang kemudian
dikenal dengan nama Mushhaf Utsmani.
Utsman kemudian memerintahkan al-Qur`an yang
ditulis oleh sebagian kaum muslimin yang bertentangan dengan Mushhaf Utsmani
yang mutawatir tersebut untuk dibakar.
Pada masa berikutnya kaum muslimin menyalin
mushhaf-mushhaf yang lain dari mushhaf Utsmani tersebut dengan tulisan dan
bacaan yang sama hingga sampai kepada kita sekarang.
Adapun pembubuhan tanda syakal berupa fathah,
dhamah, dan kasrah dengan titik yang warna tintanya berbeda dengan warna tinta
yang dipakai pada mushhaf yang terjadi di masa Khalifah Muawiyah dilakukan
untuk menghindari kesalahan bacaan bagi para pembaca al-Qur`an yang kurang
mengerti tata bahasa Arab. Pada masa Daulah Abbasiyah, tanda syakal
ini diganti.Tanda dhamah ditandai dengan dengan wawu kecil di atas huruf,
fathah ditandai dengan alif kecil di atas huruf, dan kasrah ditandai dengan ya`
kecil di bawah huruf.Begitu pula pembubuhan tanda titik di bawah dan di atas
huruf di masa Khalifah Abdul Malik bin Marwandilakukan untuk membedakan satu huruf dengan
huruf lainnya.
Dengan demikian, al-Qur`an yang sampai kepada
kita sekarang adalah sama dengan yang telah dituliskan di hadapan Rasulullah
saw. Allah SWT telah menjamin terjaganya al-Qur`an. Tidak ada orang yang
berusaha mengganti satu huruf saja dari al-Qur`an kecuali hal itu akan
terungkap.
إنّا نحن نزّلنا الذّكر وإنّا له لحافظون
Artinya:Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan
al-Qur`an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (QS. Al-Hijr [15]: 9)[5]
E. Manfaat Sejarah Pengumpulan Al-Qur’an
Pemeliharaan al-Qur’an, yang dimulai dengan
penghafalan oleh para sahabat di zaman Rasulullah saw.,pengumpulan berupa
mushaf pada masa Khalifah Abu Bakar dan penulisannya pada masa Usman bin Affan
manfaatnya telah dirasakan di masa sekarang ini, yaitu terpeliharanya keaslian
dan keotentikan redaksi Al-Qur’an. Sekiranya ayat-ayat Al-Qur’an sampai
kini masih diatas pelepah tamar atau yang lainnya, maka sudah barang tentu
pelepah tamar tersebut lama kelamaan akan lapuk dan hancur bercerai berai.
Demikian pula yang dihafal oleh para sahabat akan hilang seiring dengan
wafatnya banyak sahabat yang hafal al-Qur’an di medan perang.
Ada beberapa manfaat yang
dapat diambil oleh umat manusia dengan terpeliharanya al-Qur’an yaitu :
1.
Al-Qur’an menjadi satu-satunya kitab suci yang sama sekali redaksinya tidak
pernah mengalami perubahan. Apa yang dibaca dari isi Al-Qur’an sekarang adalah
sama dengan apa yang dibaca oleh para sahabat empat belas abad yang lalu.
2.
Terpeliharanya keotentikan Al-Qur’an
menjadikannya sebagai sumber pertama ajaran Islam, ia berisi nilai-nilai ajaran
yang bersifat global, universal, dan mendalam
karena itu perlu penjelasan lebih lanjut. Di sinilah pentingnya peranan tafsir
guna menjelaskan lebih lanjut mengenai apa yang dimaksud Al-Qur’an.
3. Al-Qur’an menjadi
al-furqan yang berarti pembeda. Dengan membaca dan memahami al-Qur’an, orang
dapat membedakan dan memisahkan antara yang hak dan yang batil. Selain itu
al-Qur’an juga menjadi az-zikra, yaitu peringatan yang mengingatkan manusia
akan posisinya sebagai mahluk Allah yang memiliki tanggung jawab.
4.
Terpeliharanya keotentikan dan keaslian redaksi Al-Qur’an, menjadikannya
sebagai sumber ilmu pengetahuan. Di dalamnya terdapat berbagai petunjuk yang
tersurat dan tersirat yang berkaitan dengan ilmu pengetauan. Isyarat-isyarat
ilmiah al-Qur’an ternyata dapat dibuktikan kebenarannya oleh ilmuan di abad
modern saat ini.
F.
Perbedaan dan
faktor jam’ul qur’an
Rosululloh
صلى الله عليه وسلم
|
1.
Penulisan masih di pelepah kurma ,
batu , kulit dan tulang keledai atau kambing yang telah kering.
2.
Belum terkumpul dalam satu mushaf.
3.
Penulisan mencakup “ tujuh huruf “
yang menjadi landasan turunya Al-Qur’an .
4.
Banyaknya qurro’dan huffadz pada
zaman Nabi.
|
‘Abu
Bakar
|
1.
Banyaknya huffadz yang syahid
dalam peperangan yamaamah.
2.
Mengumpulkan dan menuliskan Al-Qur’an
dalam satu mushaf dari berbagai media sepeninggal rosululloh.
3.
Al-Qur’an masih tujuh qiro’at.
4.
Meniadakan ayat-ayat Al-Qur’an
yang telah mansukh.
|
‘Utsman
|
1.
Perbedaan cara bacaan di setiap
daerah yang menimbulkan fitnah takfiri.
2.
Mengumpulkan dan menuliskan
Al-Qur’an dalam satu mushaf dengan satu dialek bacaan Al-Qur’an.
3.
Mengirimkan tujuh salinan mushaf
utsmani ke tujuh kota
|
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pengumpulan Qur’an (Jam’ul
Qur’an) menurut para ulama’ memiliki dua pengertian; Pertama,
pengumpulan dalam arti hifzuhu
(menghafalnya dalam hati). Jumma’ul Qur’an artinya huffazuhu (penghafal-penghafalnya,
orang yang menghafalkannya di dalam hati).
Kedua, pengumpulan dalam arti kitabatuhu kullihi (penulisan Al-Qur’an
semuanya) baik dengan memisah-misahkan ayat-ayat dan surah-surahnya, atau
menertibkan ayat-ayat semata dan setiap surah ditulis dalam satu lembaran
secara terpisah, ataupun menertibkan ayat-ayat dan surah-surahnya dalam
lembaran-lembaran yang terkumpul yang menghimpun semua surah sebagiannya
ditulis sesudah bagian yang lain.
Rasulullah selalu
merindukan wahyu dari Allah, sehingga ia selalu menghafal dan memahaminya dan
oleh sebab itu sering disebut hafiz (penghafal) Al-Qur’an pertama dan
merupakan contoh paling baik
bagi para sahabat dalam
menghafalnya, sebagai realisasi kecintaan mereka kepada pokok agama dan sumber
risalah.
Abu ‘Amr dalam kitab Al
Muhkam menerangkan bahwa Zaid ibnu Tsabit: “Umar ibn Khotob datang kepada Abu
Bakar, lalu mengatakan bahwa peperangan Zamamah telah banyak memusnahkan para
Qurra. Aku takut akan kehilangan al- Quran, karena itu aku minta supaya tuan
menuliskannya”.
Ketika terjadi perang
Armenia dan Azarbijan dengan penduduk Irak, diantara orang yang ikut menyerbu
kedua tempat itu ialah Khudzaifah bin Al Yaman. Ia melihat banyak perbedaan dalam cara-cara membaca Al Quran. Melihat kenyataan demikian Khuzaimah segera menghadap Usman dan melaporkan
kepadanya apa yang telah dilihatnya.
Usman kemudian mengirimkan
utusan kepada Hafsah (untuk meminjamkan mushaf Abu Bakar kepadanya) dan Hafsah
pun mengirimkan lembaran-lembaran itu kepadanya kemudian Usman memanggil Zaid
bi tsabit Al Ansari, Abdullah bin Zubair, Said bin ‘Ass, dan Abdurrahman Harits
bin Hisyam, lalu memerintahkan mereka agar menyalin dan memperbanyak mushaf.
Ada beberapa manfaat yang
dapat diambil oleh umat manusia dengan terpeliranya al-Qur’an yaitu : (1)
Al-Qur’an menjadi satu-satunya kitab suci yang sama sekali redaksinya tidak
pernah mengalami perubahan. (2) Terpeliharanya keotentikan Al-Qur’an
menjadikannya sebagai sumber pertama ajaran Islam. (3) Al-Qur’an menjadi
al-furqan yang berarti pembeda. (4) Terpeliharanya keotentikan dan keaslian
redaksi Al-Qur’an, menjadikannya sebagai sumber ilmu pengetahuan.
Selanjutnya seiiring dengan perkembangan,
secara berangsur-angsur dari generasi ke generasi upaya perbaikan bentuk
penulisan al-Quran terus dilakukan hingga waktu sekarang ini. Oleh karena itu,
dengan perjuangan yang gigih telah dilakukan oleh Rasulullah Saw dan para
sahabatnya, marilah kita lanjutkan perjuangan beliau dengan mempelajari dan
memahami serta menghafalkan Al-qur’an.
B.
SARAN
Makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan baik
tata tulisan maupun bahasanya ,sangat berharap koreksi dari dosen agar
lebih berkembang ke depannya.
0 komentar
Posting Komentar